Sabtu, 28 Juli 2012

EPIDEMIOLOGI DIARE DAN DISENTRI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Disentri merupakan peradangan pada usus besar. Gejala penyakit ini ditandai dengan sakit perut dan buang air besar encer secara terus-menerus (diare) yang bercampur lendir, nanah, dan darah. Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Disentri amuba disebabkan oleh infeksi parasit Entamoeba histolytica dan disentri basiler disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella.Bakteri tersebut dapat tersebar dan menular melalui makanan dan air yang sudah terkontaminasi kotoran dan bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat merupakan serangga yang hidup di tempat yang kotor dan bau, sehingga bakteri dengan mudah menempel di tubuhnya dan menyebar di setiap tempat yang dihinggapi.  
Bakteri masuk ke dalam organ pencernaan mengakibatkan pembengkakan hingga menimbulkan luka dan peradangan pada dinding usus besar. Inilah yang menyebabkan kotoran penderita sering kali tercampur nanah dan darah. Gejala yang akan dialami penderita disentri biasanya berupa mencret dan perut mulas, bahkan sering kali penderita merasakan perih di anus akibat terlalu sering buang air.
Serupa dengan penanganan penyakit gangguan pencernaan lainnya, penderita disentri harus segera mendapat asupan cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dalam keadaan darurat, dehidrasi ringan dapat diatasi dengan pemberian oralit. Jika cairan yang hilang tidak segera tergantikan, dapat menyebabkan kematian pada penderita.  

Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit endemis dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus-kasus pada saat atau musim-musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak musim hujan (Sunoto, 1990). Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar di Indonesia tahun 1999 sebesar 5 per 1000 penduduk dan menduduki urutan kelima dan 10 penyakit terbesar.
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun dengan tata laksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin.
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan.
1.2.  Tujuan
a.       Mengetahui epidemiologi disentri dan diare.
b.      Mengaetahui penyabaran dan cara penularan disentri dan diare.
c.       Mengetahui jenis-jenis disentri maupun diare.
d.      Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan disentri dan diare.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Disentri

Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni:
1.    Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus.
2.    Mencret.
3.    Tinja mengandung darah dan lendir.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding kolon dan bersarang di bawahnya. Itulah sebabnya pada akhir-akhir ini nama diare invasif lebih disukai oleh para ahli.
Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.
Shigellosis adalah endemik di seluruh dunia di mana dia bertanggung jawab untuk sekitar 120 juta kasus disentri yang parah dengan darah dan lendir dalam tinja, mayoritas terjadi di negara berkembang dan melibatkan anak-anak kurang dari lima tahun. Sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal akibat infeksi Shigella setiap tahun, dengan 60% dari kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Dengan tidak adanya vaksin yang efektif yang tersedia, peningkatan frekuensi antimikroba-tahan strain Shigella di seluruh dunia telah menjadi sumber utama keprihatinan. Selama survei dari 600.000 orang dari segala usia di Bangladesh, Cina, Pakistan, Indonesia, Vietnam dan Thailand, Shigellas terisolasi di 5% dari episode diare 60 000 terdeteksi antara 2000 dan 2004 dan sebagian besar isolat bakteri resisten terhadap amoksisilin dan kotrimoksazol. Demikian pula, selama penelitian surveilans 36-bulan di sebuah distrik pedesaan di Thailand, di mana kejadian Shigellosis diukur untuk 4/1000/year dalam waktu kurang dari 5 tahun usia, 95% dari S sonnei dan flexneri S isolat resisten terhadap tetrasiklin dan kotrimoksazol, dan 90% dari isolat S flexneri juga resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol. Temuan serupa dibuat di Jakarta Utara, Indonesia, dimana sebuah penelitian surveilans yang dilakukan antara Agustus 2001 dan Juli 2003 menemukan bahwa anak usia 1 sampai 2 tahun memiliki insiden tinggi Shigellosis (32/1000/year) dengan 73% sampai 95% dari isolat resisten terhadap ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10 – 18 %.Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia4. Pada berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 – 50 % dan berhubungan dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinyajelek.Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 – 11,5%, di Eropa Utara 5– 20%, di Eropa Selatan 20 – 51% dan di Amerika Serikat 20%. Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.
Infeksi amuba (amubiasis) menempati urutan ke 3 penyebab kematian karena infeksi parasit di dunia setelah malaria dan schistosomiasis.Amubiasis terjadi pada sekitar 12% penduduk dunia atau 50% penduduk di daerah tropis dan subtropis. Diperkirakan angka kematian 40.000-100.000 terjadi pada 40-50 juta pasien amubiasis tiap tahun. Kejadian itu seperti fenomena gunung es karena hanya I0-20% pasien amubiasis memberikan gejala klinis. Insidens amubiasis tinggi di negara berkembang antara lain Meksiko, Afrika Selatan dan Barat, Amerika Selatan dan Tengah, Bangladesh, Thailand, India serta Vietnam.
2.1.1. Disentri Basiler
A.  Triad Epidemiologi
1)   Agent
Disentri basiler disebabkan oleh Shigella spp. Shigella adalah binatang tidak bergerak, gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang dengan beberapa kekecualian tidak meragikan laktosa tetapi meragikan karbohidrat yang lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas. Ada empat spesies Shigella, yaitu Shigella flexneri, Shigella dysentriae, Shigella boydii dan Shigella sonnei. Pada umumnya S. flexneri, S.Boydii dan S. dysentriae paling banyak ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia. Sebaliknya S. sonnei paling sering ditemukan dan S. dysentriae paling sedikit ditemukan di negara maju.
2)   Host
Shigelloides terdapat di mana-rnana tapi yang terbanyak terdapat di negara dengan tingkat kesehatan perorangan yang sangat buruk. Manusia sendiri merupakan sumber penularan dan hospes alami dari penyakit ini, yang cara penularannya adalah secara oro- faecal.
3)   Environment (keadaan sekeliling)
Disentri basiler ini umumnya terjadi ditempat-tempat dimana sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan rendah seperti di penjara, tempat penitipan anak, panti asuhan, rumah sakit jiwa dan pada tempat pengungsi yang padat. Shigellosis endemis pada daerah iklim tropis maupun iklim sedang, kasus-kasus yang dilaporkan hanyalah sebagian kecil saja dari kasus, yang sebenarnya terjadi.


B.  Penyabaran Disentri basiler
Penyebarannya dapat terjadi melalui kontaminasi makanan atau minuman dengan kontak langsung atau melalui vector, misalnya lalat. Namun faktor utama dari disentri basiler ini adalah melalui tangan yang tidak dicuci sehabis buang air besar.
C.  Riwayat Alamiah Disentri Basiler
1)   Masa Inkubasi dan Klinis
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
2)   Masa Laten dan Periode Infeksi
Setelah timbul gejala,sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian. Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk waktu yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Pada penyembuhan infeksi, kebanyakan orang membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi terhadap reinfeksi.
D.  Pencegahan
Penyakit disentri basiler ini dapat dicegah dengan cara :
1)   Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan teliti.
2)   Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah.
3)   Orang yang sakit disentri basiler sebaiknya tidak menyiapkan makanan.
4)   Memasak makanan sampai matang.
5)   Selalu menjaga sanitasi air, makanan, maupun udara.
6)   Mengatur pembuangan sampah dengan baik.
7)   Mengendalikan vector dan binatang pengerat. 

E.  Pengobatan
Pada infeksi ringan umumnya dapat sembuh sendiri, penyakit akan sembuh pada 4-7 hari. Minum lebih banyak cairan untuk menghindarkan kehabisan cairan, jika pasien sudah pada tahap dehidrasi maka dapat diatasi dengan Rehidrasi Oral. Pada pasien dengan diare berat disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan Rehidrasi Oral maka harus dilakukan Rehidrasi Intravena. umumnya pada anak kecil terutama bayi lebih rentan kehabisan cairan jika diare. Untuk infeksi berat Shigella dapat diobati dengan menggunakan antibiotika termasuk ampicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan ciprofloxacin. Namun, beberapa Shigella telah menjadi kebal terhadap antibiotika, ini terjadi karena penggunaan antibiotika yang sedikit-sedikit untuk melawan shigellosis ringan.
2.1.2. Disentri Amoeba
A.  Triad Epidemiologi
1)   Agent
Amubiasis ialah infeksi pada usus besar disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Pada sebagian manusia, merupakan carrier asimtomatik, tetapi penyakitnya bervariasi dari diare ringan yang kronis sampai disentri berat.
Amebae berasal dari filum Sarcomastigophora, ordo Amoebida,dan Famili Amoebidae. Amebae memiliki karakteristik umum berupa gerak ameboid yang ditimbulkan oleh adanya pseudopodia yang bertindak sebagai alat lokomotornya. Hampir semua amebae memiliki dua bentuk, yakni bentuk trofozoit dan kista. Bentuk trofozoit adalah bentuk yang aktif bergerak, makan dan bereproduksi, namun tidak mampu bertahan di luar tubuh hospes. Bentuk kista adalah bentuk yang dorman, tahan tanpa makan, dan bertanggung jawab terhadap penularan penyakit. Dari sekian banyak amebae intestinal, hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen, sedangkan yang lainnya non patogen.
2)   Host
Manusia merupakan host dan reservoir utama dari Disentri amoeba. Adapun daur hidup dari Entamoeba histolytica adalah Setelah tertelan, kista akan mengalami eksistasi di ileum bagian bawah menjadi trofozoit kembali. Trofozoit kemudian memperbanyak diri dengan cara belah pasang. Trofozoit kerap mengalami enkistasi (merubah diri menjadi bentuk kista). Kista akan dikeluarkan bersama tinja. Bentuk trofozoit dan kista dapat dijumpai di dalam tinja, namun trofozoit biasanya dijumpai pada tinja yang cair. Entamoeba histolytica bersifat invasif, sehingga trofozoit dapat menembus dinding usus dan kemudian beredar di dalam sirkulasi darah (hematogen).
3)   Environment (keadaan sekeliling)
Entamoeba histolytica tersebar sangat luas di dunia. Penularan umumnya terjadi karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista ameba. Penularan tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab bentuk ini akan rusak oleh asam lambung. Kista Entamoeba histolytica mampu bertahan di tanah yang lembab selama 8-12 hari, di air 9-30 hari, dan di air dingin (4ºC) dapat bertahan hingga 3 bulan. Kista akan cepat rusak oleh pengeringan dan pemanasan 50ºC.
Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-cara berikut ini:
a)    Persediaan air yang terpolusi
b)   Tangan infected food handler yang terkontaminasi
c)    Kontaminasi oleh lalat dan kecoa
d)   Penggunaan pupuk tinja untuk tanaman
e)    higiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi tinggi, seperti asrama, rumah sakit, penjara, dan lingkungan perumahan.

B.  Penyabaran Disentri amoeba
Manusia adalah sumber utama infeksi dari amoebiasis, sepanjang kista masih dikeluarkan melalui tinja penderita amoebiasis kronis atau asimtomatis, masa periode waktu penularan dapat bertahan sampai beberapa tahun lamanya. Sumber infeksi terutama “carrier“ yakni penderita amoebiasis tenpa gejala klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama. Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista. Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai “carrier”, sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran atau parit. Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu rumah tangga yang merupakan “carrier”, dapat mengkontaminasi makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.
C.  Riwayat Alamiah Disentri amoeba
1)   Masa Inkubasi dan Klinis
Masa akut penderita yang diserang Entamoeba histolytica terjadi pada masa inkubasi antara 1-4 minggu, yang ditandai dengan disentri berat, feses sedikit berdarah,nyeri dan demam, dehidrasi, toksemia, kelemahan badan nampak nyata, pemeriksaan jumlah leukosit berkisar antara 7.000-20.000/mm3 dan ditemukannya bentuk tropozoit pada feses encer penderita.
Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala(asimtomatis). Penderita kronis mungkin memiliki toleransi terhadap parasit, sehingga tidak menderita gejala penyakit lagi. Dari hal ini berkembang istilah symptomless carrier. Gejala dapat bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut (abdominal discomfort) hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus.



2)   Masa Laten dan Periode Infeksi
Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1 – 14 minggu. Dengan adanya sindrom disentri berupa diare yang berdarah dengan mukus atau lendir yang disertai dengan perasaan sakit perut dan tenesmusani yang juga sering disertai dengan adanya demam. Amoebiasis yang menahun dengan serangan disentri berulang terdapat nyeri tekan setempat pada abdomen dan terkadang disertai pembesaran hati. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan menurunnya berat badan. Amoebiasis ekstra intestinalis memberikan gejala sangat tergantung kepada lokasi absesnya. Yang paling sering dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari mukosa usus melalui aliran sistem portal. Sering dijumpai pada orang-orang dewasa muda dan lebih sering pada pria daripada wanita dengan gejala berupa demam berulang, kadang-kadang disertai menggigil, icterus ringan, bagian kanan diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa sakit sekali pada bahu kanan dan hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan nyeri tekan intercostal, pleural effusion dengan demam disertai dengan menggigil. Pada pemeriksaan darah dijumpai lekositosis kadang-kadang amoebiasis hati sudah lama diderita tanpa tanda-tanda dan gejalanya khas yang sukar didiagnosa. Infeksi amoeba di otak menunjukkan berbagai tanda dan gejala seperti abses atau tumor otak. Sayang sekali infeksi seperti ini baru didiagnosa pada autopsi otak. Amoebiasis ekstra intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit setentang hati atau kulit tentang colon atau ditempat lain dengan tanda-tanda suatu ulkus dengan pinggirnya yang tegas, sangat sakit dan mudah berdarah.



D.  Pencegahan
Pencegahan penyakit amoebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental hygiene). Kebersihan perorangan antara lain adalah mencuci tangan dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi:memasak air minum, mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar dijamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah ditempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat. Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang berupa pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka pendek berupa penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara serentak (gotong royong) dan juga dengan pengobatan massal ataupun invidivual.
Banyak cara dalam penularan parasit ini, dan banyak pula cara untuk menanggulanginya.
a)    Setiap penderita harus diobati, termasuk symptomless carrier.
b)   Karena media air sangat penting peranannya dalam penularan, maka perlu diperhatikan kebersihan suplai air minum. Hal ini akan berhubungan dengan jarak jamban dari sumur.
c)    Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d)   Menghindari penggunaan pupuk tinja untuk tanaman.






E.   Pengobatan
Beberapa obat amoebiasis yang penting adalah :
1)   Emetin Hidroklorida.
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis harus dikurangi4. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan ginjal. Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan secaraoral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari, diberkan selama 4 – 6 hari. Emetin dan dehidroemetin efektif untuk pengobatan abses hati (amoebiasis hati).

2)   Klorokuin.
Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolytica. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain, mual, muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3 minggu.

3)   Antibotik.
Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid dengan mempengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja langsung pada amoeba. Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg bb/hari selama 5 hari, dierikan secara terbagi.



4)   Metronidazol (Nitraomidazol).
Metronidazol merupakan obat pilihan, karan efektif terhadap bentuk histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-turut dan diberikan secara terbagi.

2.2    Diare

A.  Definisi
Diare adalah adalah kondisi di mana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi (feses cair). Pada definisi ini jelas menyebutkan frekuensi diare terjadi lebih dari 3 kali dalam sehari. (Smeltzer, 2002).
Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).
Definisi diare yang diberikan oleh Depkes RI (2003) adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih banyak dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari).
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008).

Beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, menjelaskan definisi diare berdasarkan konsistensi dan bentuk tinja (feses) yang melembek dengan atau tanpa menunjuk pada frekuensi diarenya. Bahkan definisi diare yang diberikan WHO secara spesifik juga menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau darah. Dengan demikian, secara umum berdasarkan beberapa definisi diare dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
B.   Interaksi Host, Agent, dan Environment dalam Timbulnya Penyakit Diare
    Interaksi faktor host, agent, dan environment pada penyakit diare merupakan interaksi antara ketiga variabel tersebut. Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan kuman penyebab diare berkembang dengan pesat. Perilaku host juga dapat menjadi penyebab kuman penyebab diare masuk ke dalam tubuh host sendiri melalui jalur fecal oral.
Apabila seseorang kurang menjaga kebersihan dirinya sendiri dan lingkungannya, penyebaran kuman penyebab diare dapat ditekan. Selama ini masyarakat kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan, contohnya masih banyak warga yang belum menggunakan jamban pribadi untuk melakukan buang air besar. Kebanyakan masyarakat masih melakukan buang air besar di sungai dan di kebun. Setelah melakukan buang air besar, terkadang mereka tidak mencuci tangan dengan sabun sampai bersih, mereka hanya membasuhnya atau mereka langsung menyiapkan makanan untuk keluarga atau langsung menyuapi anak. Perilaku seperti inilah yang menyebabkan banyak terjadinya kasus diare pada anak di masyarakat.



C.  Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
-       Muntah
-       Badan lesu atau lemah
-       Panas
-       Tidak nafsu makan
-       Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (Ummuauliya. 2008).
D.  Penyebab Diare
Kondisi diare dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi, (fructose, lactose), penyakit dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali enek dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari.
Diare disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan yang mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan.
E.   Riwayat Alamiah Diare.

1)   Patogenesis  Diare

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a)    Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare.
b)   Gangguan sekresi
Akibat rangsang tertentu ( Misalnya toksin pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
c)    Gangguan motalitas usus
Hiperpristaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makan seingga timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula.

2)   Gambaran Klinik

Mula-mula pasien cengeng gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai ledir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktose yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah sebelum dan sesudah diare dan dapat menyebabkan lambung juga turut meradang, atau akibat gangguan asam basa dan elektrolit. Timbul dehidrasi akibat kebanyakan kehilangan cairan dan elektrolit . Gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat badan menurun turgor berkurang mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguri sampai anuri). Bila sudah asidosis metabolis pasien akan tampak pucat dengan pernapasan cepat dan dalam (kussmaul). Asidosis metabolisme karena:
a)    Kehilangan NaCO3 melalui tinja diare
b)   Ketosis kelaparan
c)    Produk- produk metabolik
d)   Berpindahnya ion natrium dari cairan intra sel ke ekstrasel
e)    Penimbunan laktat (anoksia jaringan)

F.   Prevalensi  Diare
Prevalensi diare pada tahun 1997 adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil survey pada tahun 1991 sebesar 11 % dan tahun 1994 sebesar 12%.. Pada tahun 1997 prevalensi diare lebih tinggi di daerah pedesaan daripada di perkotaan, tetapi membandingkan wilayah Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali tidak tampak perbedaan yang berarti (Julianto Pradono dan L. Ratna Budiarso, 1999).
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masa1ah kesehatan rnasyarakat di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat pada pencatatan dan pelaporan Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulawesi Selatan pada tahun 1999 dimana penyakit diare menempati urutan keempat dari 10 besar penyakit rawat jalan dengan angka kesakitan 3,34 per 1000 penduduk.
Penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar bahkan menduduki urutan pertama dengan angka kesakitan sebesar 58,2% tahun 2000 dan pada tahun yang sama jumlah penderita dan kematian akibat penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu : umur < 1 tahun sebanyak 37.937 penderita dan yang mati 20 orang, umur 1-4 tahun sebanyak 53.282 orang penderita dan yang mati 13 orang, umur 5 tahun ke atas tercatat 125.407 orang penderita dan yang mati sebanyak 47 orang dengan CFR 0,02 % dan IR 26,58 %.


Penyakit diare di puskesmas Kaimana Kabupaten Kaimana Propinsi Irian Jaya Barat masih merupakan masalah kesehatan masyarakat setiap tahunnya. Pada tahun 2000 tercatat penyakit diare menempati urutan ke dua berdasarkan pola kesakitan 10 besar penyakit rawat jalan di Puskesmas, setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas, dengan angka kesakitan 20,25 per 1000 penduduk.
Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998) mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas.
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).
Prevalensi diare berdasarkan umur menurut data dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) tahun 2007, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita (16,7%). Prevalensi diare 13% lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan,cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT per kapita rendah. Prevalensi diare yang tinggi pada bayi dan anak balita tidak selalu diberi oralit, proporsi yang mendapat oralit pada ke dua kelompok umur tersebut berturut-turut 52,8% dan 55,5%.
G.  Pola Penyakit Diare Menurut Orang, Tempat, dan Waktu
Menurut prevalensi yang didapat dari berbagai sumber, salah satunya dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun 2007, penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, tetapi prevalensi tertinggi penyakit diare diderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia lebih dari 75 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi antara penderita dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir sama. Masyarakat yang menderita diare dapat berasal dari berbagai jenis status sosial ekonomi dan berbagai pekerjaan, namun, prevalensi tertinggi penyakit ini diderita oleh masyarakat yang tidak bekerja dan masyarakat yang bekerja sebagai petani, nelayan, atau buruh.
Berdasarkan hasil RISKESDAS Tahun 2007, distribusi penyebaran penyakit di Indonesia hampir merata di seluruh provinsi, prevalensi tertinggi penderita diare pada tahun tersebut terdapat di provinsi Sumatera Selatan. Penyebaran tertinggi penyakit diare terdapat pada daerah pedesaan.
Berdasarkan waktu. Penyakit diare termasuk dalam kategori penyakit berdasarkan siklus. Penyakit ini banyak terjadi pada musim hujan dan paska banjir. Pada paska banjir, lingkungan yang tidak sehat dapat menjadi media penularan penyakit diare.
H.  Faktor yang mempengaruhi diare
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:
1)   Lingkungan Gizi Kependudukan
2)   Prilaku Masyarakat
3)   Faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada balita.
4)   Penyebab terjadinya diare
5)   Peradangan usus oleh agen penyebab :
a)    Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa)
b)   Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan    kimia
c)    Kurang gizi
d)   Alergi terhadap susu
e)    Immuno defesiensi
Diare juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera, atau botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan sebab-sebab lain. Namun yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan
Beberapa perilaku yang dapat menjadi faktor penyebab diare:
1)   Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan bayi. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
2)   Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan.
3)   Menyimpaan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
4)   Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
5)   Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6)   Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

I.     Cara penularan :
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.
Faktor yang meningkatkan penyebaran kuman penyebab diare:
1)   Tidak memadainya penyediaan air bersih
2)   Air tercemar oleh tinja
3)   Pembuangan tinja yang tidak hygienis
4)   Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
5)   Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya
6)   Penghentian ASI yang terlalu dini

J.    Jenis Diare
1)   Diare akut
Diare akut bercampur air (termasuk kolera) adalah diare yang berlangsung selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak diberikan makan/minum.
Diare akut bercampur darah (disentri) dapat menyebabkan kerusakan usus halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi.
2)   Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) berdampak pada infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral
3)   Diare Persisten
Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) dapat menyebabkan malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi.
4)   Disentri adalah diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
5)   Kholera adalah diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera.





K.  Pencegahan dan perawatan
1)   Pencegahan diare
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
a)    Memberikan ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain: susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organism lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
b)   Memperbaiki makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang dapat menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
c)    Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersihmempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi muali dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
d)   Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak, dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare.
e)    Menggunakan jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat dan keluarga harus buang air di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam hal ini adalah:
-       Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi dengan baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
-       Bersihkan jamban secara teratur.
-       Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak, dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
f)    Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.
g)   Memberikan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan.
2)   Perawatan penderita diare:
-       Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
-       Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
-       Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
a)    Buang air besar makin sering dan banyak sekali.
b)   Muntah terus menerus.
c)    Rasa haus yang nyata.
d)   Tidak dapat minum atau makan.
e)    Demam tinggi.
f)    Ada darah dalam tinja





BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa disentri merupakan salah satu dari jenis diare yang merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni:
1.    Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus.
2.    Berak-berak meperet.
3.    Tinja mengandung darah dan lendir.

Tiga epidemiologi disentri:
1.    Agent
Disentri basiler disebabkan oleh Shigella spp.
2.    Host
Shigelloides terdapat di mana-rnana tapi yang terbanyak terdapat di negara dengan tingkat kesehatan perorangan yang sangat buruk.
3.    Environment (keadaan sekeliling)
Disentri basiler ini umumnya terjadi ditempat-tempat dimana sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan rendah seperti di penjara, tempat penitipan anak, panti asuhan, rumah sakit jiwa dan pada tempat pengungsi yang padat.
Definisi dari diare sendiri menurut WHO merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar